Bismillah...
Cerpen: GERIMIS UNTUK PELANGI
- - - - - - - - - - - - - - -
PLAK!
"ANAK BODOH, AKU GA BUTUH PAYUNG! PERGI SANA!"
Teriakan dan tamparan keras membangunkanku dari lamunan. Semua mata tertuju pada seorang Ibu yang dengan sengaja menampar anak yang menawarkan ojeg payung. Tidak ada yang berani menegur, Ibu itu marah kepada siapa saja yang melihatnya. Anak kecil tersebut berlari sampai tidak terlihat sedikitpun bayangannya. Hilang entah kemana.
“Apa yang kalian lihat Hah?” teriakannya semakin geram dengan pandangan mata yang tajam.
Berlalu, dan semua memalingkan pandangan darinya. Bukan takut, hanya ingin menjauhi konflik.
“Astaghfirulloh, teganya ibu itu menampar anak kecil disudut sana.” Aku hanya terdiam.
Rintik gerimis masih menemaniku disini. Hampir satu jam terduduk di ramainya orang-orang yang sedang mencari nafkah. Tidak biasanya harus menunggu angkot selama ini.
“Kak, kak,” Sapa seorang anak kecil sambil memegang tasku
Terkaget, pikiranku buyar. Aku memandang lebih dekat. Terbayang seorang yang penuh kepedihan. Anak ini yang ditampar ibu tadi.
“Iya, ada apa dek?” Jawabku lirih, Masih terbayang sakitnya pipi ketika harus menerima tamparan secara tiba-tiba oleh seorang yang tidak dikenal.
“Kak, ini..” sambil menyodorkan payung warna-warni yang sudah kotor dan lusuh. Warnanya sudah mulai pudar terkikis air yang menyapa setiap hujan.
“Maaf dek, kakak tidak perlu payung, kakak sedang menunggu angkot.” Penolakkan ini membuat dirinya semakin tertunduk.
“Kak..” Ucapnya semakin parau, terlihat jelas disudut matanya tersimpan pedih yang mendalam. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang jajanku untuknya.
Tidak terduga, dia hanya menggelengkan kepala. Aku mulai bingung.
Ku coba menambahkan beberapa lembar lagi untuknya. Mungkin saja kurang. Tidak, ternyata dia tetap menolak pemberianku. Terus menggelengkan kepalanya.
“Baiklah, antarkan kakak ke toko yang disana ya, setelah itu kamu antarkan kembali kakak kesini”. Dia tersenyum, ada rona kebahagiaan jelas terlihat dari pipinya yang memerah.
Aku pun diantarkannya ke toko di sebrang tempatku duduk, kemudian kembali ke kesini.
Aku sodorkan beberapa uang lembaran, dia hanya mengambil selembar dariku.
“Terima Kasih ka!” dia berteriak dan berlalu begitu saja.
Aku memandanginya dari jauh sampai dia masuk ke sebuah warung nasi.
Dia keluar dan duduk di trotoar jalan, kemudian sayup terdengar memanggil teman-temannya.
Cerpen: GERIMIS UNTUK PELANGI
- - - - - - - - - - - - - - -
PLAK!
"ANAK BODOH, AKU GA BUTUH PAYUNG! PERGI SANA!"
Teriakan dan tamparan keras membangunkanku dari lamunan. Semua mata tertuju pada seorang Ibu yang dengan sengaja menampar anak yang menawarkan ojeg payung. Tidak ada yang berani menegur, Ibu itu marah kepada siapa saja yang melihatnya. Anak kecil tersebut berlari sampai tidak terlihat sedikitpun bayangannya. Hilang entah kemana.
“Apa yang kalian lihat Hah?” teriakannya semakin geram dengan pandangan mata yang tajam.
Berlalu, dan semua memalingkan pandangan darinya. Bukan takut, hanya ingin menjauhi konflik.
“Astaghfirulloh, teganya ibu itu menampar anak kecil disudut sana.” Aku hanya terdiam.
Rintik gerimis masih menemaniku disini. Hampir satu jam terduduk di ramainya orang-orang yang sedang mencari nafkah. Tidak biasanya harus menunggu angkot selama ini.
“Kak, kak,” Sapa seorang anak kecil sambil memegang tasku
Terkaget, pikiranku buyar. Aku memandang lebih dekat. Terbayang seorang yang penuh kepedihan. Anak ini yang ditampar ibu tadi.
“Iya, ada apa dek?” Jawabku lirih, Masih terbayang sakitnya pipi ketika harus menerima tamparan secara tiba-tiba oleh seorang yang tidak dikenal.
“Kak, ini..” sambil menyodorkan payung warna-warni yang sudah kotor dan lusuh. Warnanya sudah mulai pudar terkikis air yang menyapa setiap hujan.
“Maaf dek, kakak tidak perlu payung, kakak sedang menunggu angkot.” Penolakkan ini membuat dirinya semakin tertunduk.
“Kak..” Ucapnya semakin parau, terlihat jelas disudut matanya tersimpan pedih yang mendalam. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang jajanku untuknya.
Tidak terduga, dia hanya menggelengkan kepala. Aku mulai bingung.
Ku coba menambahkan beberapa lembar lagi untuknya. Mungkin saja kurang. Tidak, ternyata dia tetap menolak pemberianku. Terus menggelengkan kepalanya.
“Baiklah, antarkan kakak ke toko yang disana ya, setelah itu kamu antarkan kembali kakak kesini”. Dia tersenyum, ada rona kebahagiaan jelas terlihat dari pipinya yang memerah.
Aku pun diantarkannya ke toko di sebrang tempatku duduk, kemudian kembali ke kesini.
Aku sodorkan beberapa uang lembaran, dia hanya mengambil selembar dariku.
“Terima Kasih ka!” dia berteriak dan berlalu begitu saja.
Aku memandanginya dari jauh sampai dia masuk ke sebuah warung nasi.
Dia keluar dan duduk di trotoar jalan, kemudian sayup terdengar memanggil teman-temannya.
Di keramaian lalu lalang orang, tak ada yang sadar dan peduli bahwa ternyata satu bungkus nasi dari genggamannya itu untuk dimakan bersama. Bersama keenam temannya.
Gerimis pergi, pelangi menghampiri.
Gerimis pergi, pelangi menghampiri.
Mereka tersenyum, “Ada makanan untuk hari ini...”
Mi, Grt-18 Feb 13
Penasaran kisah selanjutnya?? Ayoo baca Gerimis Untuk Pelangi - Kepingan 2
Mi, Grt-18 Feb 13
Penasaran kisah selanjutnya?? Ayoo baca Gerimis Untuk Pelangi - Kepingan 2